AL Kisah Sepasang Suami Istri Membuat ALLAH Tertawa, Benarkah ?



Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu di suatu malam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
kedatangan seorang tamu, lalu beliau memberi tahu istri-istrinya untuk menyiapkan makanan sebagai jamuan, para istri-istri Rasulullah menjawab bahwa tidak ada makanan di rumah.


Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan kepada para sahabat, "Siapa yang mau menjamu tamu ini?". Kemudian ada Seorang Anshar menyanggupinya dan membawa tamu tersebut ke rumahnya.

Seorang Anshar tersebut, Ia berkata kepada istrinya untuk segera menyiapkan jamuan kepada tamu itu, "Muliakanlah tamu Rasulullah!" Kemudian istrinya berkata, didapur sudah tidak ada lagi makanan lainya "Yang ada hanyalah makan malam untuk anak-anak kita". Lalu Suaminya pun kembali berkata, "Yaaa sudah..., Siapkan makanan tersebut, lalu nyalakan lampu, kemudian tidurkan anak-anak jika si anak minta makan!

" Sang istri melakukan apa yang di perintahkan suami, ia menyiapkan makanan dan sekalian menyalakan lampu. Setelah makanan berada di hadapan tamu, kemudian ia ke kamar untuk menidurkan anak-anaknya, lalu ia berpura-pura memperbaiki lampu dengan maksud memadamkannya agar si anak segera cepat tidur. Entah apa yang terjadi, semua lampu seisi rumah mati.

Rupanya tamu tersebut makan dengan lahap meski dalam keadaan gelap, mendengar seperti ada suara orang yang sedang makan, Lalu Seorang Anshar dan istrinya berdua memperlihatkan kepada tamunya seolah-olah mereka juga makan di tengah kegelapan. Tak lama malampun berlalu dan mereka tidur dalam keadaan lapar. Di pagi hari, sahabat (Seorang Anshar ini) bergegas berjalan buru buru untuk menemui Rasulullah

Beliau bersabda, ضَحِكَ اللّٰه اللَّيْلةَ، أَوْ عَخِبَ، مِنْ فَعَالِكُمَا "Sesungguhnya Allah tertawa atau kagum dengan perbuatan kalian berdua tadi malam". Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan

firman-Nya,
وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ


"Dan mereka (orang-orang Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung". (Al Hasyr ayat 9). (Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).